Renungan Ramadhan Hari ke-25
Orang Tua, Jangan Lupa Pesan Anda sendiri !
Jangan lupa pesan orang tua, itu adalah kalimat yang sering diucapkan di telinga kita untuk merefresh memori kita akan nasehat mereka; akan mensuplay energi bagi gerakan tubuh kita. Kalimat itu juga kan memotivasi kita untuk bergerak maju, karena biasanya nasehat mereka menganjurkan kita untuk menjadi lebih baik.
“Kamu harus menjadi dokter, nak”. ”kamu harus bisa jadi insinyur, nak”. “Kamu harus bisa jadi Bupati, nak”. Terkadang nasehat mereka berupa permintaan untuk meraih sebuah profesi secara spesifik seperti itu. Karena dalam gambaran mereka profesi itulah yang bisa mengangkat martabat keluarga; atau bisa dibanggakan di desanya.
Ada juga nasehat yang hanya berupa ungkapan global saja, “Nak, belajarlah setinggi-tingginya, kamu harus lebih pintar dari orang tuamu”. Nasehat inilah yang lebih sering diucapkan oleh orang tua. Karena, mereka tidak tahu harus “memaksa” ke mana arah cita-cita anaknya. Namun, dengan belajar rajin, mencari ilmu sampai ke negeri seberang, anaknya akan menjadi lebih baik dari orang tuanya; hidupnya akan lebih mapan dari kehidupan orang tuanya.
Si anak pun terus mengingat selalu pesan itu. Ia belajar dengan giat. Bukan hanya melampaui ilmu orang tuannya, bahkan mengungguli kepintaran teman-temannya. Terima kasih ayah-ibu, nasehatmu menjadi roda penyemangatku.
Akan tetapi, ketika si anak pulang kampung bertemu dengan orang tuanya, kenyataan yang dihadapi si anak sungguh berbeda. Ketika si anak menerangkan pada orang tuanya tentang beberapa kesalahan dalam tradisi masyarakat, baik itu kesalahan ditinjau dari sisi agama ataupun dari pandangan scient. Maka, yang didapati si anak adalah penolakan orang tua terhadap penjelasan anaknya.
“Kamu, anak kecil sudah berani mengajari orang tua. Ini sudah tradisi kita turun temurun, kamu baru sekolah sebentar saja sudah berani menyalahkan nenek moyang kita”. Itulah kata-kata penolakan orang tua pada si anak.
Sebenarnya, si anak bisa saja menjawab, “dulu bapak suruh saya menuntut ilmu yang tinggi, agar bisa lebih pintar dari bapak. Sekarang, setelah saya berhasil mewujudkan keinginan bapak, malah bapak sendiri orang pertama yang menghina ilmu saya, yang tidak mengakui keilmuan saya”. Akan tetapi, anak yang berilmu itu adalah anak sholeh, ia tidak mau mengangkat suara untuk membantah orang tuanya. Masih ada cara dakwah lain yang akan ditempuhnya secara pelan-pelan.
Biarlah ulisan ini yang akan menasehati para orang tua, ataupun kita yang akan menjadi orang tua kelak. Janganlah lupa akan nasehat anda sendiri pada anak anda dahulu. Kalau memang yang dijelaskannya adalah benar-benar punya dasar ilmu yang kuat, seperti dasar Al Quran dan Sunnah Rasulullah dalam permasalahan agama, maka kenapa kita harus menolak suatu hal ilmiah hanya karena sebuah tradisi yang tidak kita tahu siapa yang pertama mengarangnya.
Janganlah kita orang tua, menjadi orang pertama yang menentang anak kita menjadi anak yang sholeh. Seharusnya kita lah yang mendukung mereka, karena amalan sholeh mereka bisa menjadi syafaat untuk kita di hari kiamat nanti.
Ketika putri kita pulang kampung, pakaiannya sudah menutup aurat, memakai jilbab yang lebar, atau bahkan memakai cadar. Janganlah kita orang yang pertama memarahinya. Jadilah pendukungnya, karena ia telah berpakaian separti istrinya Rasulullah.
Marilah kita jadi dewasa dalam bersikap. Walaupun sebenarnya kami (penulis) malu mengajak orang tua untuk berpikir dewasa. Tapi, mau bagaimana lagi, masih ada saja otak anak kecil yang disimpan dalam kepala orang tua. Ingatlah nasehat kita dulu. Berilah kesempatan dan dukunngan bagi anak kita untuk mengangkat derajatnya di dunia dan di akhirat.
PengusahaMuslim.com
- SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
- DONASI hubungi: 087 882 888 727
- Donasi dapat disalurkan ke rekening: 4564807232 (BCA) / 7051601496 (Syariah Mandiri) / 1370006372474 (Mandiri). a.n. Hendri Syahrial